Last Saturday (30/1) was the worst 'malming' of mine. Ever!
Gara-garanya : terjebak macet dari Pasar Jumat sampai Lebak Bulus hingga 2,5 jam. Padahal normalnya sih hanya sekitar 8 - 15 menit. Andaikan macet sepertinya juga nggak akan lebih dari 20 menit, I guessed :).
Gara-garanya : terjebak macet dari Pasar Jumat sampai Lebak Bulus hingga 2,5 jam. Padahal normalnya sih hanya sekitar 8 - 15 menit. Andaikan macet sepertinya juga nggak akan lebih dari 20 menit, I guessed :).
Awalnya saya pikir karena hujan, biasalah Jakarta kalau hujan pasti ujung-ujungnya macet. Ternyata bukan (hanya) itu penyebabnya. Ada supporter fanatik dari sebuah kesebelasan ibu kota yang memadati jalan raya. Bukan bonek, karena mereka adalah supporter di wilayah mereka sendiri. Namun cara mereka dalam memberikan dukungan kepada tim kebanggaannya tidak berbeda jauh dengan bonek, sama-sama merugikan orang lain. At least bagi saya dan sebagian orang yang tampak menggerutu.
Anak-anak usia remaja, diantaranya terlihat seperti anak-anak usia SD (kecil-kecil bo:D), tumpah ruah di jalan sambil bernyanyi-nyanyi dan menggedor beberapa kaca kendaraan yang mereka anggap menghalangi laju kendaraan yang mereka tumpangi. Supporter-supporter yang lain terlihat duduk di atap angkot atau bis kota, juga sambil bernyanyi dan berjoget di tengah hujan yang cukup deras.
Setibanya di Lebak Bulus (itupun dengan berjalan kaki dari samping Points), barulah saya tahu penyebab kemacetan panjang itu. Banyak supporter yang menggunakan jalan raya sebagai tempat mereka berekspresi dalam mendukung kesebelasan favorit mereka. Pantas saja, bagaimana tidak macet total kalau untuk jalan saja sepeda motor pun tidak bisa :).
Melihat tingkah supporter-supporter itu, tiba-tiba saya jadi kepikiran dengan konsep tanggung jawab sosial perusahaan. Banyak perusahaan saat ini tengah giat melakukan beragam kegiatan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya atau lazim disebut corporate social responsibility. Saya pikir tidak hanya perusahaan saja yang perlu melakukan tanggung jawab sosialnya, tapi tiap organisasi juga sebaiknya memiliki dan menerapkan konsep tanggung jawab sosial organisasi.
Tiap kesebelasan kan pasti memilki organisasi dan susunan kepengurusan. Selain bertujuan untuk menarik dan me-maintain loyal supporter, organisasi yang menaungi sebuah kesebelasan sepakbola seharusnya juga memberikan edukasi kepada para supporternya. Bagaimana cara memberikan dukungan kepada tim sepakbola kebanggaannya dengan tertib dan aman sehingga tidak mengganggu orang lain dan juga membahayakan dirinya sendiri. Ataupun seperti apakah bentuk dukungan yang dapat diberikan agar tidak menggunakan bahasa ataupun kata-kata yang dapat merendahkan tim kesebelasan lain (meski mendukung kesebelasan yang berbeda toh kita satu Indonesia juga kan?). Dan untuk menumbuhkan awareness mereka akan pentingnya melakukan semua hal itu.
Cara mereka mendukung kesebelasan favoritnya dengan memblokir jalan sehingga membuat kemacetan parah, apakah mereka pikir hal itu tidak mengganggu orang lain? Apakah orang lain yang terkena imbas –well let say a heavy traffic jam atau dagangan orang yang diambil tanpa bayar- kemudian akan bersimpati dengan mereka atau bahkan dengan kesebelasan yang mereka dukung?
Coba deh bayangkan, apabila diantara orang-orang yang terjebak kemacetan karena ulah supporter itu ada ibu yang akan melahirkan atau lansia yang harus segera di bawa ke rumah sakit?
Menurut saya edukasi sih diperlukan. Apalagi usia dari supporter-supporter yang kemarin saya lihat masih muda-muda, masih cukup mudah untuk memberikan pendidikan agar mereka bisa bersikap tertib. Mungkin tidak hanya melibatkan organisasi dari kesebelasan tersebut, tapi juga pemerintah yang menangani bidang ini. Kementrian Pemuda dan Olahraga misalnya, who knows?
Anyway, satu hal yang saya syukuri malam itu : nggak jadi naik taksi! Nggak kebayang de kalau sore itu saya naik taksi argonya jadi berapa :)