Thursday, February 18, 2010

Dari Mereka, Saya Belajar Bersyukur

Saya pernah berandai-andai, seperti apa rasanya hidup jika kita melakukan satu kegiatan yang sama setiap hari. Stag, tanpa ada perubahan yang berarti. What a cold life would be.

Hingga, suatu saat saya bertemu dengan empat orang Kakek –di waktu dan tempat berbeda- yang telah mengajarkan pada saya sebuah hal tentang hidup: apapun keadaannya, hidup adalah sesuatu yang harus terus diperjuangkan.

Kakek yang pertama, seorang penjual kangkung. Pertama kali bertemu dengannya sekitar 6 bulan yang lalu. Kakek itu sudah sangat tua. Jika berjalan agak membungkuk, selain karena faktor usia juga karena si Kakek harus memanggul sebuah karung goni berisi kangkung-kangkung di pundaknya. Tiap ikat kangkung hanya dijual seharga 1500 rupiah. Tapi jika kita ingin memberikan uang atau makanan secara cuma-cuma, si Kakek pasti akan menolaknya.
   
Si Kakek Penjual Kangkung yang Kelelahan. 
Bahkan untuk segelas air minum gratis pun, ia tolak karena merasa bukan haknya

Kakek yang kedua. Suatu malam, saya berpapasan dengan kakek ini di jalan sekitar 3 bulanan silam. Si Kakek memiliki penglihatan yang kurang, ia hanya mengandalkan tongkat kayunya -yang setiap kali menyentuh tanah pasti mengeluarkan bunyi gesekan yang khas- sebagai penuntun jalan. Satu kali saya pernah mengajaknya mengobrol. Ternyata, tiap hari si Kakek harus berjalan kaki lebih dari 5 kilo berkeliling ke area kompleks perumahan di sekitar kos saya untuk menawarkan jasa pijat. Dan biasanya ia baru pulang ke rumahnya sekitar pukul 2 pagi. Pekerjaan ini dilakukannya tiap malam, tanpa henti, meski terkadang tak ada seorang pun yang menggunakan jasa pijatnya. Penglihatannya yang kurang ternyata tak menghalanginya untuk tetap mencari nafkah meski di usia senja.

Kakek yang ketiga, seorang penjual roti keliling. Tiap hari ia mesti memanggul box kayu berisi roti-roti jualannya berkeliling dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 5 - 7 kilo. Pernah, satu ketika, saya bertanya tentang keluarganya. Menurut Kakek itu, istrinya, yang ia panggil Nini, ada di Garut. Di sini, si Kakek mengontrak sebuah kamar dengan 3 orang temannya sesama perantau. Ketika saya tanya perihal anaknya, ia tak menjawab.

Yang keempat, seorang penjual siomay keliling. Kakek ini belum setua tiga kakek lainnya. Biasanya saya melihat Kakek ini di jalan yang saya lewati setiap pulang dari kantor. Satu waktu, saya sengaja berhenti sebentar dan menunggu si kakek ini lewat untuk membeli siomay-nya. Ia terlihat begitu senang ketika saya membeli dagangannya. Siomay-nya memang tidak terlalu enak. Tapi bagaimana mungkin ia bisa membuat siomay yang enak jika ia sendiripun tidak punya modal yang cukup untuk itu?

Dari mereka, saya belajar banyak tentang hidup. Untuk tetap berusaha dan berjuang dalam hidup, meski dalam keadaan sesulit apapun. Dari mereka pulalah, saya belajar tentang arti beryukur. Bersyukur atas tiap makanan yang hari ini bisa saya makan, untuk pekerjaan yang kini saya jalani dan untuk segala kesempatan yang telah saya dapatkan.

Dari mereka juga, saya belajar untuk lebih menghargai uang.

Mensyukuri apa yang ada bukan berarti saya berhenti untuk mencari apa yang saya inginkan, tapi untuk tetap berusaha lebih baik lagi agar bisa mencapai sesuatu yang lebih baik juga.

Ah, dengan usia yang jauh lebih muda, tenaga yang juga masih jauh lebih kuat dan segala kesempatan dalam hidup yang jauh lebih baik, malu rasanya kalau sampai saya sering mengeluh, merasa selalu kurang dan kalah semangat dengan keempat kakek itu, in struggling this life.

Wednesday, February 10, 2010

Yes, I've Voted for Komodo Island


‘Vote untuk pulau Komodo jadi 7 Keajaiban Dunia di www.new7wonders.com’, begitu tulis salah satu running text di satu stasiun teve yang saya baca malam ini.

Buka www.new7wonders.com. Niatnya sih hanya ingin memberikan suara untuk Pulau Komodo. Tapi ternyata suara kita juga harus diberikan ke 6 calon keajaiban dunia yang lain.

Dari sekian pilihan, hanya beberapa tempat saja yang familiar bagi saya. Karena bingung, akhirnya 6 suara lain saya berikan untuk memilih tempat-tempat yang merupakan keajaiban dari alam.

Here are the new 7 wonders of the world that I have voted for before :

- Pulau Komodo, Indonesia
- Amazon River, South America
- Angel Falls, Venezuela
- Black Forest, Germany
- Puerto Princesa Underground Water (Philipina)
- Great Barrier Reef
- Grand Canyon (USA)

Lets support Komodo Island goes to the world! Yuk ah dukung kekayaan alam kita di ajang internasional...

Sehabis memberikan suara (haiyah, emang Pemilu :D), nggak sengaja saya baca di salah satu situs kalau ternyata ada strategi tersendiri untuk mendukung Pulau Komodo agar terpilih menjadi 7 Keajaiban Dunia. Caranya: pilih Pulau Komodo di urutan pertama (yes, I did). Nah untuk pilihan ke dua hingga ke tujuh jangan pilih Amazon, Black Forest, El Yungue, Puero Princesa Underground River, dan Sunderbans yang merupakan kompetitior terberat Pulau Komodo dalam ajang tersebut.

Ups, I have voted for three of those six heavy competitors of Komodo Island :).