Di salah satu televisi swasta kemarin ada tayangan yang cukup menarik, mengenai beberapa warga negara yang mendapatkan hukuman akibat perbuatan yang ‘mengundang tanya’, kenapa hal tersebut bisa menjadi kasus pidana.
Ada kasus Bu Minah yang terkena pidana 1 bulan 15 hari akibat mengambil 3 biji kakao seharga Rp 2100. Ada juga kisah pengambilan sebutir semangka di Kediri yang membuat orang yang mengambilnya sempat ditahan 2 bulan di penjara dan bahkan mengalami penganiayaan. Di tempat lain ada berita tentang satu keluarga sedang dipidanakan akibat diduga mengambil randu seharga lebih kurang 12 ribu rupiah. Dan beberapa kisah lain yang serupa.
Dari perspektif hukum, yang salah itu memang harus diberi hukuman yang setimpal. Benda sekecil ataupun semurah apapun, selama itu merupakan milik orang lain memang tidak sepatutnya kita ambil. Andai kita ambil, memang sudah sewajarnya kita dapat hukuman.
Tapi, masalahnya adalah, bagaimana dengan kasus pengambilan dana (atau perampokan?) bermilyar hingga bertriliun rupiah milik Negara oleh beberapa oknum yang hingga kini belum tersentuh hukum?
Huff, what can I say?
Saya memang bukan seorang lulusan di bidang hukum. Saya juga bukan orang yang berkecimpung di bidang hukum. Tapi saya peduli. Saya tahu bahwa sekecil apapun barang orang yang kita ambil, kita selayaknya mendapat hukuman. Tapi kalau yang mengambil barang milik orang dalam nilai yang tidak terhitung berapa kali lipat dari barang yang kita ambil saking banyaknya, tapi masih bisa melenggang bebas tanpa mendapat hukuman – andai mendapat hukuman pun dalam waktu yang tidak lama - apakah itu bisa disebut sebagai sebuah keadilan?
Kok saya kedengarannya jadi sinis gini yah?
Habis, saya cuma tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya negeri ini dalam 10 atau 15 tahun ke depan jika sistem peradilan negeri ini tidak berubah.
0 comments:
Post a Comment