-Written on Saturday-
Menjadi tugas kita juga untuk ikut mengabadikan kekayaan dan keindahan tanah air Indonesia melalui karya foto yang kita buat.
Mengutip perkataan seorang teman di Klub Fotografi IndoNikon
-------------------------------------------------
Siang tadi saya menemukan sebuah buku berjudul ‘Mode in Javanese Music’ di Perpustakaan Kementrian Pendidikan Nasional (dahulu namanya Perpus Diknas). Sesuai judulnya, ‘Mode in Javanese Music’ membahas tentang musik tradisional suku Jawa. Penulisnya Susan Pratt Walton dari Center for International Studies, Ohio University, United States. Dengan Bahasa pengantar Bahasa Inggris, secara sekilas buku ini menjelaskan secara mendetail mengenai pathet lengkap dengan penjelasan tentang tipe-tipe pathet, cengkok, sinden, dan gamelan. Bahkan, ada kord pathet-nya juga seperti untuk alat musik gitar :).
Pathet? Rasanya masih terdengar asing di telinga :)
Jalan lagi ke rak sebelah. Ada buku berjudul ‘Java, The Eden of The East’. Sayangnya nama pengarang maupun penerbitnya lupa saya catat :). Tapi yang jelas, sama dengan buku Mode in Javanese Music, The Eden of The East juga ditulis dan diterbitkan oleh penerbit dari luar Indonesia. Bukunya sendiri sangat menarik, berukuran buku saku dengan kertas glossy yang dilengkapi dengan berbagai foto tentang keindahan Pulau Jawa. Dari Pulau Jawa Barat (jika dilihat dari tahun penerbitan buku, sekitar 1990-an, Banten ditulis masih sebagai bagian dari Provinsi Jawa Barat), Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Jalan lagi ke rak sebelah. Ada buku berjudul ‘Java, The Eden of The East’. Sayangnya nama pengarang maupun penerbitnya lupa saya catat :). Tapi yang jelas, sama dengan buku Mode in Javanese Music, The Eden of The East juga ditulis dan diterbitkan oleh penerbit dari luar Indonesia. Bukunya sendiri sangat menarik, berukuran buku saku dengan kertas glossy yang dilengkapi dengan berbagai foto tentang keindahan Pulau Jawa. Dari Pulau Jawa Barat (jika dilihat dari tahun penerbitan buku, sekitar 1990-an, Banten ditulis masih sebagai bagian dari Provinsi Jawa Barat), Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Pernah nggak berpikiran hal yang sama seperti saya, kok buku-buku tentang kebudayaan kita justru lebih banyak ditulis oleh orang luar?
Buku-buku tentang kekayaan dan keindahan Nusantara sepertinya sudah cukup banyak ditulis oleh penulis kita. Beberapa diantaranya ditulis berdasarkan pengalaman langsung penulisnya ketika mengunjungi satu pulau ke pulau lain, atau sering juga disebut dengan istilah backpacker.
Tapi seberapa banyakkah buku tentang keindahan dan kekayaan seni dan alat musik tradisional kita yang ditulis secara mendetail dan diterbitkan dalam Bahasa Indonesia?
Jika memang ada bukunya, apakah banyak dari kita yang (masih) mau membacanya ? Ini sebuah pertanyaan juga bagi saya :).
Pengklaiman atas berbagai kekayaan Indonesia oleh sebuah negara memang di satu sisi meningkatkan sense or our belonging atas kebudayaan kita. Tapi di sisi lain juga harusnya dapat menjadi sebuah pembelajaran, bahwa klaim itu terjadi karena memang sebelumnya kita kurang aware. Kurang menghargai budaya kita sendiri.
Seperti Batik, berapa banyak anak muda yang memakai Batik untuk jalan-jalan 5 tahun lalu?
Banyaknya buku tentang kekayaan Indonesia yang ditulis oleh orang luar sejatinya merupakan bentuk apresiasi mereka yang tinggi terhadap berbagai kekayaan alam dan budaya Indonesia. Jika orang luar saja bisa memberikan sebuah penghargaan yang tinggi terhadap budaya kita, kenapa kita tidak memberikan (setidaknya) penghargaan yang sama seperti yang mereka lakukan terhadap budaya negeri kita sendiri?
Yuk ah mulai cintai alam dan kekayaan budaya kita, dengan menulis, Membaca, memotret, atau apapun itu :)
Oh ya, ngomong-ngomong tentang Pathet, menyadur dari Wikipedia diartikan sebagai: 'meski sukar untuk dijelaskan namun dapat dianggap sebagai tipe-tipe melodi dalam gamelan'.
0 comments:
Post a Comment